Senin, 25 Januari 2021

Remidi UH 1 semester genap 2020-2021

 QS Al-Baqoroh : 285-286



TUGAS REMIDI :

1. Tulis kembali QS Al Baqoroh ayat 285-286 di atas dengan baik dan benar

2. Tulis arti terjemahannya ?

3. Kirim tugas kamu 


Materi dan Tugas : "IX. 8. Masuknya Islam di Nusantara"


TUGAS.

Materi/Bahan Pelajaran yang berjudul “MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA” ini buatkan ringkasannya didalam buku catatan kamu, yang pokok-pokok pembahasannya meliputi :

A.   Teori  masuknya islam pertama kali dan cara dakwah para ulama di Nusantara

1. Teori masuknya islam ke Nusantara.

….…………………………………

2. Cara-Cara dakwah islam  di  Nusantara

….………………………………………….

3. Peranan ulama dan muballigh/walisongo dalam perkembangan Islam

….…………………………………….

 

B.  Peranan  Kesultanan  Di  Jawa  Dalam  Penyebaran  Islam  

1. Kesultanan Demak

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

2. Kesultanan Pajang

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

3.  Kesultanan Banten Dan Cirebon

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

 

 

C.  Peranan  Kesultanan  Di Sumatra  Dalam  Penyebaran  Islam

1. Kesultanan Samudera Pasai

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

2. Kesultanan Aceh Darussalam

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

 

D.  Peranan  Kesultanan  Di Sulawesi  Dan Maluku

1. Kesultanan Goa-Makassar.

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

2. Kesultanan Ternate  

a. Berdiri tahun ……..

b. Didirikan oleh ……….

c. Mengalami masa kejayaan pada jaman Raja/Sultan ……….

d. Kemajuan dakwah islamiyah yang diperoleh antara lain : ……….

 

=====================

 

 

BAHAN PELAJARAN :

 

 

A.  TEORI  MASUKNYA ISLAM PERTAMA KALI DAN CARA DAKWAH PARA ULAMA DI NUSANTARA

 

1. Teori Masuknya Islam ke Nusantara. 

Para sejarawan berbeda pendapat tentang proses awal masuknya Islam ke Nusantara. Ada yang mengatakan abad ke-7 M, ada yang pada abad ke-13 M.

Menurut DR. Hamka dan Sayyid Naguib Al-Attas, yang didukung dengan hasil keputusan seminar tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia, tahun 1963 di Medan, dan seminar yang sama tahun 1978 di Aceh, bahwa Agama Islam masuk pada abad ke-7 masehi atau abad ke-1 hijriyah, semasa dengan dinasti Bani Umaiyah di Timur Tengah dan jaman keemasan Sriwijaya di Palembang. Alasannya: para pedagang muslim biasa berdagang sampai ke Persia, India, dan Cina. Sementara letak Indonesia dengan selat Malaka-nya saat itu berada di jalur perdagangan Internasional. Diperkuat pendapat J.C.van Leur, bahwa sejak tahun 674 M sudah ada koloni-koloni orang Arab di barat laut Sumatara, yakni di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal.

Pendapat lain, Islam masuk abad ke-13 M, didasarkan pada catatan perjalanan Marcopolo, seorang pelaut asal Venesia Italia, yang pernah berkunjung di Perlak dan Aceh, bahwa abad itu sudah ada kerajaan Islam di sana, yakni Samudera Pasai, yang diperintah seorang raja muslim, Marah Silu dengan bergelar Al-Malikus Shaleh.

Jika memperhatikan temuan batu nisan makam milik Fathimah binti Maimun bin Hibatullah di lokasi

"Kubur Panjang" di desa Leran Manyar Gresik, yang tertulis bahwa ia wafat tahun 1082 M/495 H (abad 11 M), maka dapat disimpulkan bahwa pada saat itu sudah ada koloni atau perkampungan muslim di Gresik dan daerah lainnya. Dengan begitu, Islam masuk ke Nusantara jauh sebelum abad ke-13 M, dan berkembang pesat pada abad ke-13, setelah berdirinya Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Perlak.

Siapa yang menyebarkan Islam ke Nusantara?. Apakah orang Arab, orang Persia, atau orang Gujarat? Dalam hal ini ada tiga teori :

 

a. Teori Persia.

Penemunya: P.A. Djayadiningrat. Pendapatnya:  Islam  masuk  Nusan-tara dibawa oleh para pedagang  dan  ulama  dari Persia, dengan alasan ada unsur kesamaan dalam tradisi dan budaya, seperti tradisi Asyura' (10 Muharam) untuk mengenang wafatnya Husein di Karbala; kesama-an dalam ajaran antara Seh Siti Jenar dengan sufi asal Iran, Al-Hallaj, yang mati digantung pada tahun 922 M; juga adanya kesamaan dalam cara mengeja huruf hijaiyah, seperti jabar (fathah), jer (kasroh), dan pes (dhommah).

 

b. Teori Gujarat

Penemunya: Snouck Hurgronje. Pendapatnya : Islam dibawa masuk oleh para pedagang dan ulama dari Gujarat. Dengan alasan : Batu Nisan beberapa makam tua seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik dan makam Al-Malikhus Sholeh di Sumatera didatangkan dari Gujarat India selatan. Selain itu, madzhab syafi'i yang dianut mayoritas bangsa Indonesia adalah sama dengan yang dianut oleh masyarakat Malabar  Gujarat.

 

c. Teori Mekah (Arab)

Penemunya: Prof. DR. Hamka. Pendapatnya: agama Islam masuk dari Makkah dan Mesir pada abad ke-7 M, dibawa oleh para ulama dan pedagang dari Arab. Alasannya: (1). Menurut laporan Ibnu Bathutoh yang pernah singgal di Pasai, bahwa Samudera Pasai bermadzhab Syafii, yang saat itu berkembang pesat di Mesir.  (2). Gelar para raja Samudera Pasai adalah sama seperti yang dipakai para Raja di Mesir, yaitu Al-Malik. (3). Sebelum Ibnu Bathutoh singgah di Aceh, ada seorang ulama besar yang mengajarkan ilmu tasawwuf di Arab (Mekkah-Mesir), namanya Sekh Abu Mas'ud Abdullah Al-Jawi.

Masuknya Islam langsung dari Mekkah (Arab) ke Indonesia tersebut melalui 2 rute :

1). Jalur utara (Darat) : Dari Mekah, ke Medinah, Syria, Baghdad, Gujarat, Sri Langka, dan terakhir ke Samudera Pasai.

2). Jalur selatan (Laut) : dari Mekah, ke Hadhromaut (Yaman selatan), terus menyeberang ke Gujarat, Srilangka, dan terakhir ke Samudera Pasai.

 

 

2. Cara-Cara Dakwah Islam  Di  Nusantara 

Tidak dapat dipungkiri, Dakwah & penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan secara damai, bukan dengan cara kekerasan. Dalam hal ini, peran dan jasa para  pedagang sangat dalam penyebaran Islam pertama kali sejak abad ke-7 M. Proses Islamisasi mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-13 M, melalui beberapa saluran atau cara, yaitu : 1) perdagangan, 2) perkawinan (soaial), 3) pendidikan pesantren, 4)  ajaran tasawwuf, 5) seni budaya, dan 6) politik.

 

a. Melalui Cara Perdagangan

Para pedagang muslim mula-mula berdatangan ke kota-kota pelabuhan (daerah pesisir). Diantara mereka ada yang bertempat tinggal sementara dan ada yang menatap di perkampungan tersendiri. Mereka setiap hari bergaul dan berbaur dengan para pedagang pribumi dan penduduk sekitar pelabuhan. Lambat laun, Pergaulan dan pembauran ini tberpengaruh terhadap kepercayaan dan  agama penduduk pribumi. Mula-mula yang menerima Islam, tentu saja, adalah para pedagang pribumi yang sering berhubungan dengan mereka, lalu diikuti oleh pekerja,  pembantu, dan penduduk sekitar. Jika yang masuk Islam itu para adipati, bangsawan dan tokoh masyarakat, maka proses islamisasi semakin cepat, karena keislaman mereka akan diikuti rakyat secara luas. Kondisi ini bukan mustahil, karena Islam merupakan agama missi, yang mendorong pengikutnya agar menyebarkannya kepada orang lain. Sebagaimana sabda Nabi :

بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً

"Sampaikan (ajaran Islam) dari-ku, sekalipun satu ayat".

 

b. Melalui Cara Perkawinan  (sosial)

Para pedagang muslim biasanya tidak membawa serta isteri dan anak-anaknya. Hal ini mendorong mereka memperistri penduduk pribumi.

Calon isterinya tentu disyahadat-kan atau diislamkan dulu. Jika tidak, perkawinannya tidak sah. Islamnya isteri, paling tidak, akan diikuti oleh anak keturunannya, yang lambat laun akan diikuti juga oleh keluarga dan kerabat dekat atau jauh.

 Proses Islamisasi akan lebih sukses dan menguntungkan dari segi strategi dakwah, ekonomi dan politik, jika Perkawinan dilakukan oleh ulama, muballigh, penguasa muslim atau pedagang muslim,   dengan wanita anak Bangsawan, Bupati, atau Raja.

Cerita-cerita babad, hikayat, dan sejarah menceritakan adanya perkawinan semacam ini. Misalnya Sunan Ampel mengawini Nyi Ageng Manila,  putri Bupati Tuban. Syeh Maulana Ishak mengawini Dewi Sekardadu, puteri Raja Blambangan. Raden Patah bin Raja Brawijaya V, diambil menantu oleh Sunan Ampel.

Melalui perkawinan tersebut, Islam akhirnya berkembang dengan pesat,  bahkan sampai menyusup masuk kedalam istana kerajaan.

 

c. Melalui Cara Pendidikan Pesantren  

Sistim pendikan pesantren sudah dikenal sejak jaman pra-Islam, yang disebut Mandhala, tempat untuk mendidik para calon pendeta Hindu, yang siswanya terbatas dari kaum Brahmana. Model Mandhala ini lalu dikembangkan para penyebar Islam menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam disebut “Pesantren”, dimana siswanya terbuka untuk umum, tidak terbatas pada golongan tertentu.

Pesantren tidak sekedar sebagai tempat pendidikan, tetapi sekaligus sebagai tempat tinggal Guru beserta keluarga dan para santri. Komplek-komplek tempat tinggal mereka ini, lalu dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren. Dari kalangan Walisongo, Maulana Malik Ibrahim barangkali dapat dipanang sebagai perintis pertama pesantren tertua. Mula-mula ia dirikan Langgar atau Musholla sebagai tempat shalat sekaligus berfungsi sebagai tempat belajar agama, mengaji Al-Qur’an dan kitab-kitab kuning yang lain. Lama-kelamaan Langgar ini menjadi pesantren sederhana bagi warga sekitar, terutama generasi mudanya. Demikian pula Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Muria dan lain-lain, memiliki pesantren sendiri-sendiri.

Tujuan  Pendidikan pesantren adalah untuk mempersiapkan kader-kader ulama dan muballigh yang siap menyebarkan agama Islam kepada masyarakat luas, Di samping juga untuk meningkatkan kualitas pengetahuan agama para santrinya. Setelah pulang, mereka diharapkan menjadi penyebar Islam dan atau mendirikan Pesantren-pesantren di sekitar daerahnya.

 

d. Melalui Cara Ajaran Tasawwuf

Melalui ajaran tasawwuf ini, agama Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, terutama Jawa. Karena ajaran tasawwuf memiliki beberapa kesamaan unsur dengan kepercayaan lama (Hindu dan Budha) yang dianut mayoritas masyarakat saat itu, yakni kesamaan dalam mementingkan aspek batiniah atau mistik.

 

e. Melalui Cara Politik

Sabdo pandito ratu, bukan jargon kosong bagi masyarakat tradisional di Indonesia. Pengaruh politik raja sangat membantu proses Islamisasi. Di Maluku dan Sulawesi Selatan, rakyat berduyun-duyun masuk Islam setelah Rajanya masuk Islam. Di beberapa daerah di Indonesia, demi kepentingan politik, kerajaan-2 Islam memerangi kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam, secara politis, menarik penduduk kerajaan non Islam untuk masuk Islam

 

f. Melalui Seni Budaya

Berbagai cabang seni, tradisi dan aspek-aspek budaya lainnya, dilestarikan dan dibiarkan tumbuh subur, bahkan dikembangkan men-jadi bentuk baru, sekaligus dijadikan sarana berdakwah, setelah para muballigh memasukkan unsur-unsur keislaman kedalamnya.

Misalnya Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, sangat berjasa dalam mengembangkan kesenian wayang, lalu dijadikannya sebagai metode dakwah. Setiap datang bulan Mulud, di alun-alun Kraton Demak selalu diadakan pertunjukan wayang, dan para pengunjung tidak ditarik biaya seperser pun, hanya disuruh membaca kalimat syahadat.

 

 

3. Peranan Ulama dan Muballigh / Walisongo Dalam Perkembangan Islam

Berawal dari pesisir Sumatera utara dan pesisir utara Jawa, Islam disebarluaskan ke pelosok wilayah pedalaman dan pulau-pulau di Indonesia oleh para muballigh dan ulama.

Untuk kasus di pulau Jawa, proses Islamisasi berjalan sangat pesat pada abad ke-14 sampai abad ke-15, melalui keenam cara dakwah di atas. Para Muballigh yang sangat berjasa dan berperan dalam hal ini ialah kelompok dakwah Walisongo.

Menurut Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, MA dalam bukunya, Kisah Walisongo, yang dinukil dari kitab Kanzul 'Ulum, karya Ibnu Bathutoh, yang disempurnakan Sekh Maulana Maghribi, bahwa  istilah Walisongo merupakan nama sebuah Lembaga Dewan Dakwah atau Dewan Muballigh di Jawa yang beranggotakan 9 orang pengurus.

Dewan Dakwah ini mengadakan tiga kali sidang penggantian pengurus, yaitu pada tahun 1404 M, 1436 M dan 1463 M. Ditambahkan oleh KH Dahlan Abdul Qohhar, Dewan ini mengada-kan sidang keempat pada tahun 1466 dan sidang kelima sehubungan dengan kasus Sekh Siti Jenar.

Walisongo Periode Pertama, mengadakan sidang pertama tahun 1404. Sembilan orang Pengurusnya : 1) Maulana Malik Ibrahim (w. 1419  di Gresik);   2) Maulana Ishaq;   3) Maulana Ahmad Jumadil Kubra (makamnya di Trowulan Mojokerto);  4) Maulana Muhammad al-Maghrabi (w. 1465  di Jatinom Klaten);  5) Maulana Malik Israil (w. 1435 di Gunung Santri Cilegon);  6) Maulana Muham-mad Ali Akbar (w. 1435  di Gunung Santri Cilegon);  7) Maulana Hasanuddin (w. 1462  di samping masjid Banten lama);  8) Maulana Aliyuddin (w. 1462  di samping masjid Banten lama);  9) Syekh Subakir (w. 1462 di Persia).

Walisongo periode kedua, sidang kedua tahun 1436. Keputusannya: melengkapi komposisi kepengurusan yang lowong. Maka masuk: 1) Sunan Ampel, mengganti posisi Maulana Malik Ibrahim yang wafat;  2) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) menggantikan Maulana Malik Israil yang wafat;  3) Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), mengganti posisi  Ali Akbar yang wafat.

Walisongo periode ketiga, sidang ketiga tahun 1463. Hasilnya:  meleng-kapi kepengurusan dengan memasukkan: 1) Sunan Giri, menggantikan Maulana Ishaq yang pindah ke Pasai;  2) Sunan Bonang, mengganti Maula-na Hasanuddin yang wafat;  3) Sunan Kalijaga, mengganti posisi Syekh Subakir yang kembali ke Persia;  dan 4) Sunan Drajat, mengganti posisi Maulana Aliyuddin yang wafat.  

Walisongo periode keempat sidang  keempat tahun 1466,  memasukkan : 1) Raden Patah, mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra yang wafat; dan 2) Fathullah Khan, mengganti Maulana Muhammad al-Maghrabi yang wafat.  

Walisongo periode kelima, masuk nama Sunan Muria. Tidak dijelaskan menggantikan siapa, tetapi besar kemungkinan menggantikan Raden Patah yang naik tahta menjadi Sultan Demak. Pada sidang kelima ini mereka menentukan sikap terhadap kasus Sekh Siti Jenar.

Lepas dari benar-tidaknya pendapat di atas, Walisongo yang disepakati para ahli sejarah, dan nama mereka sudah terkenal luas di masyarakat berjumlah sembilan orang  : 1) Maulana Malik Ibrahim;  2) Sunan Ampel;  3) Sunan Giri;  4) Sunan Bonang;  5) Sunan Drajat;  6) Sunan Kalijaga;  7) Sunan Muria;  8) Sunan Kudus; dan 9) Sunan Gunungjati. 

 

 

B.  PERANAN  KESULTANAN  DI  JAWA  DALAM  PENYEBARAN  ISLAM   

1. Kesultanan Demak (1500 – 1546)

Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya V, dari ibu muslimah keturunan Campa. R. Patah nyantri berguru kepada Sunan Ampel, lalu dinikahkan dengan putrinya, Dewi Murtasimah. Dia diberi ayahnya tanah perdikan di desa Glagah Wangi Bintoro (Demak). Di sanalah dia diangkat menjadi Adipati oleh ayahnya dan mendirikan pesantren (147 M) sebagai pusat penyebaran agama Islam kepada masyarakat sekitar.

Perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan lemahnya posisi Majapahit. Brawijaya V lengser akibat serangan Prabu Girindrawardhana dari Daha-Kediri tahun 1478 M (ditandai candrasengkala: Sirna Hilang Kertaning Bumi = tahun syaka 1400 = 1478 M). Hal ini memberi peluang pada penguasa muslim di pesisir Jawa untuk membangun pusat kekuasaan yang independen, lepas dari Majapahit. Dengan alasan mengambil hak Tahta kerajaan orang tuanya yang diambil secara paksa oleh Raja Daha Kediri, atas inisiatif Sunan Ampel, maka para Walisongo sepakat mengangkat Raden Patah sebagai Raja pertama Kesultanan Demak pada tahun 1479 (candra sengkala: Geni Mati Siniram Jalmi, artinya: kezhaliman lenyap dikalahkan kebenaran = thn syaka 1401 = 1479 M),  dengan gelar  Senopati Jimbun Ngab-durrahman Panembahan Palembang Sayidin Panotogomo.  

Tahun 1512 M, Girindrawardana (Brawijaya VI) dilengserkan oleh Prabu Udara dan mengangkat dirinya sebagai Brawijaya VII. Pada tahun 1516 M, Raden Patah yang juga bergelar Sultan Al-Fatah Alam Syah Akbar, dapat mengalahkan Majapahit-Kediri dan melengserkan Prabu Udara (Brawijaya VII) dari tahtanya, dengan alasan karena bekerjasama dengan Portugis yang punya misi menyebarkan agama Nasrani di Malaka. Ini sangat merugikan Dakwah Islamiyah Demak. Sejak saat itu, Kerajaan Majapahit-Kediri runtuh untuk selamanya. Panji-panji kebesaran (Pusaka kerajaan) Majapahit diusung ke Demak, dan Demak menjadi Kerajaan yang berdsaulat penuh pada tahun 1517 M..

Raden Patah wafat tahun 1518, digantikan putranya, Adipati Yunus, yang bergelar Pangeran Sabrang Lor. Pangeran ini wafat tahun 1521 M, lalu diganti adiknya, Raden Trenggono.

Di bawah Sultan Trenggono (1521 – 1546 M), Demak mengalami jaman keemasan. Jasa-jasa beliau: 1). Di bawah panglima Syarif Hidayatulloh, Banten dilepaskan dari Pajajaran (1526 M), 2). Portugis berhasil diusir dari pelabuhan Sunda Kelapa (1527 M) dipimpin oleh Fathullah Khan (Falatehan atau Fatahillah), dan  3). pelabuhan Cirebon direbut dari Pajajaran (1528).

Alasan perebutan dari Pajajaran ialah karena Pajajaran menandatangani perjanjian persekutuan secara rahasia dengan Portugis di istana Pakuan Bogor tahun 1522 M) yang dinilai sangat membahayakan Demak. Untuk memelihara kelestariannya, Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) diangkat untuk menguasai daerah tersebut, setelah sebelumnya ia dinikahkan dengan adiknya, Ratu Pembayun binti Raden Patah.

Selama periode Demak, Dakwah Islamiyah berkembang pesat. Penasehat Sultan (Walisongo) menyodorkan strategi dakwah yang jitu, yaitu berdakwah melalui pendekatan budaya, seperti kesenian wayang, tradisi grebek sekaten, grebek mulud, cerita-dongeng, sya'ir dan tembang mocopat, slametan, dll.

 

2. Kesultanan Pajang (1546-1588)

Sultan Trenggono terbunuh di Pasuruan dalam usahanya menyerang kerajaan Hindu Blambangan (Banyuwangi). Sepeninggalnya, terjadi perebuatan tahta kerajaan. Sunan Prawoto yang berhak sebagai penggantinya dibunuh oleh Arya Penangsang, Adipati Jipang. Arya Penangsang lalu dikalahkan oleh menantu Sultan Trenggono yang bernama Mas Karebet alias Jaka Tingkir. Akhirnya, Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Demak, dengan gelar Sultan Hadiwijaya.

Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke wilayah pedalaman, yaitu Pajang. Dengan demikian, maka berdirilah kerajaan Pajang yang terjadi pada tahun 1546 M. 

Dakwah Islamiyah tetap berjalan dengan pendekatan budaya. Islam dikembangkan lebih bercorak mistik, feodalistik dan sinkretistik (campur-aduk) antara ajaran hindu-budha, kejawen, dan Islam.

Tahun 1587 Sultan Hadiwijaya wafat, maka para Pembesar Demak mengangkat Arya Pangiri bin Sunan Prawoto (menantu Sultan Hadiwijaya) sebagai  penggantinya, sementara Pangeran Benowo (putra Sultan) diangkat jadi Adipati di Jipang.

Pangeran Benowo yang lebih berhak jadi Sultan merasa tidak puas, lalu minta bantuan kepada saudara angkatnya, Sutawijaya, yang pada saat itu menjadi Senopati dan Adipati di Mataram, agar mengusir Arya Pangiri dari Pajang. Arya Pangiri akhirnya berhasil ditawan oleh Sutawijaya, namun ia diangkat lagi menjadi Adipati di Demak.

Dengan begitu, maka Pangeran Benowo menjadi Sultan sebagai pengganti dari ayahnya, Sultan Hadiwijaya. Namun setelah melihat kekuatan dan kecakapan Sutawijaya dalam pemerintahan, Pangeran Benowo akhirnya menyerahkan tahta warisan ayahnya tersebut kepada Sutawijaya tahun 1588, sementara ia menjauhi politik,  lalu memusatkan diri pada dakwah Islamiyah dengan mendirikan pesantren di daerah pedesaan. 

 

3.   Kesultanan Banten Dan Cirebon

Dalam salah satu versi, Syarif Hidayatullah adalah berasal dari Pasai yang lama belajar agama di Mekah. Ketika Pasai dan Malaka dikuasai penjajah kafir Portugis, maka ia pulang dari Mekah dan langsung ke Demak untuk berjuang melawan Portugis dan mengembangkan ilmu agamanya di Demak. Oleh sultan Trenggono, ia diangkat menjadi panglima untuk memimpin tentara Demak mengusir Portugis dari Sunda Kelapa (Jayakara) pada tahun 1527, setelah dia menguasai Banten pada tahun 1526, dan akhirnya dia juga menguasai Cirebon (1528) dari tangan Pajajaran yang dinilai telah bekerjasama dengan Portugis.

Dia dinikahkan dengan adik Sultan Trenggono, yang bernama Ratu Pembayun binti Raden Patah, dan diberi hak untuk menguasai dan menyebarkan Islam di tiga daerah pesisir Jawa Barat tersebut (yaitu: Banten, Jayakarta, Cirebon).

Sepeninggal sultan Trenggono, terjadilah perebutan tahta di Demak (1546). Sejak saat itu, maka Banten dan Cirebon melepaskan diri dari kekuasaan Demak dan Pajang,  lalu menjadi kerajaan yang merdeka.

Setelah masa tua, Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan julukan SUNAN GUNUNG JATI ini memusatkan diri untuk berdakwah di Jawa Barat, dengan berkedudukan di Cirebon sampai wafatnya tahun 1570. Sementara urusan Banten, ia serahkan ke Hasanuddin (putranya) pada tahun 1552, sampai ia wafat pada tahun 1570, satu bulan setelah ayahnya wafat

Selama Hasanuddin memerintah, Banten menjadi kerajaan besar. Dakwah Islamiyah berkembang pesat.  Pelabuhan Banten menjadi pusat perdagangan ramai. Lampung dan Bengkulu masuk menjadi wilayahnya.

Hasanuddin wafat pada tahun 1570, sebulan setelah ayahnya wafat. Lalu ia diganti putranya, Maulana Yusuf (1570 – 1580). Di masanya, kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan Bogor diserangnya pada tahun 1579, dan Prabu Sedah, raja terakhir Pajajaran tewas. Sejak saat itu, kerajaan Hindu Pajajaran Gulung Tikar, hilang dari peredaran sejarah.

Sementara wilayah Cirebon, sepeninggal Sunan Gunungjati (1570), diperintah oleh cicitnya yang bernama Pangeran Ratu, sampai dia wafat tahun 1650. Lalu digantikan oleh Pangeran Girilaya.

Berbeda dengan Banten yang berkembang menjadi kerajaan besar, maka Cirebon lebih berkembang menjadi pusat penyebaran Islam sampai abad-abad selanjutnya..

 

 

C.  PERANAN  KESULTANAN  DI SUMATRA  DALAM  PENYEBARAN  ISLAM   

1. Kesultanan Samudera Pasai

 Kesultanan Samudera Pasai yang terletak di Lhokseumawe Aceh ini didirikan oleh Merah Silu tahun 1285. Berkat pertemuannya dengan Sekh Ismail,  utusan dari Syarif Mekah, ia masuk Islam. Ia diberi gelar Al-Malikus Shaleh.

Ia wafat pada tahun 1297, lalu diganti putranya dengan gelar Al-Malikul Zhahir. Di masanya, Samudera Pasai mengalami masa kejayaan. Rakyat hidup makmur dan agama Islam berkembang subur, dan menjadi pusat penyebaran Islam. Pada masa ini, seorang pengembara Muslim yang bernama Ibnu Bathutoh pernah singgah di Samudera Pasai, lalu dilu-kiskan dalam tulisannya: "Sultan al-Malik al-Zhahir adalah penganut Islam yang saleh. Baginda dan rakyatnya ber-madzhab Syafii. Di hari jum'at, Baginda pergi ke Mesjid dengan berjalan kaki diikuti rakyatnya. Saat pulang dari mesjid, baginda mengendarai gajah. Rakyat sangat menghormati sultannya. Kehidupan rakyat tampak makmur".

Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan Portugis tahun 1521. Pada tahun 1524 dengan sultan terakhir Zainal Abidin, kerajaan ini dianeksasi dan berada di bawah kerajaan Aceh Darussalam di masa sultan Mughayyat Syah.

 

2. Kesultanan Aceh Darussalam

Kerajaan ini terletak di daerah Aceh Besar, didirikan oleh Muzhaffar Syah (1465 – 1497). Sejak Malaka diduduki Portugis tahun 1511, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan yang ramai. Kerajaan Pidie yang bekerjasama dengan Portugis dan Samudera Pasai ditaklukkannya pada tahun 1524.

Kerajaan mengalami masa kejayaan sewaktu diperintah sultan Iskandar Muda (1608 - 1637). Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan dengan Minangkabau berhasil diislamkan. Sepeninggalnya, Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Tsani. Penyebaran dan pengkajian Islam maju dengan pesat. Setelah itu, Aceh diperintah oleh Sultanah (Ratu, Raja wanita) sehingga kerajaan ini menjadi lemah dan kacau. Sekalipun demikian, Aceh tetap berdiri sampai awal abad 20.

Pada jaman Aceh Darussalam ini, sejak sultan Iskandar Muda, telah muncul para ulama yang besar pengaruhnya dalam mewarnai corak pemikiran keislaman di Nusantara pada masa-masa selanjutnya. Bahkan mereka diangkat sebagai Mufti kerajaan (Qoodhi Malikul ‘Adil). Diantaranya: Hamzah Fansuri (dari Barus), Syamsuddin as-Sumatrani (jaman Sultan Iskandar Muda), Sekh Nuruddin ar-Raniri (jaman Iskandar Tsani), dan Abdurrauf Singkel, pengembang Tarikat Syattariyah (jaman Sultanah Safiatuddin Syah), 

 

D.  PERANAN  KESULTANAN  DI SULAWESI  DAN MALUKU   

1. Kesultanan Goa-Makassar.

Islam masuk ke Goa Makassar berkat jasa para pedagang dan ulama asal Minangkabau, Datu' ri Bandang. Sejak akhir abad ke-16, sudah banyak masyarakat yang masuk Islam, namun kerajaan Islam ini resmi berdiri tanggal 22 September 1605 M dengan Sultan Alaudin sebagai raja pertama yang memerintah selama 33 tahun (1605-1639). Di masanya Islam mengalami perkembangan pesat. Kerajaan Wajo dan Bone ditundukkan, sehingga wilayah kerajaan Goa hampir mencakup wilayah  Sulawesi,.

Raja kedua: Muhammad Sa'id, memerintah selama 14 tahun (1639-1653). Lalu digantikan putranya, Sultan Hasanuddin, memerintah selama 16 tahun (1653 - 1669). Di masa Hasanuddin, Kesultanan Goa - Makassar mengalami puncak kejayaan, menjadi kerajaan yang tangguh dan kuat. Penjajah Belanda (VOC) menjuluki Hasanuddin "Ayam Jantan dari Makassar", karena beberapa kali menyerang benteng VOC, hingga armada Belanda kewalahan dan kocar-kacir.

Hasanuddin baru tunduk pada Belanda setelah raja Bone, Aru Palaka, terbujuk Belanda untuk bersama-sama menyerang Goa makassar.

 

2. Kesultanan Ternate  

Raja Ternate yang pertama kali masuk Islam adalah raja ke-19, bernama Sultan Marhum. Ia mengirim putranya yang bernama Zainal Abidin ke Jawa untuk mempelajari Islam, langsung di bawah bimbingan Sunan Giri. Sekembalinya dari Giri, ia menyebarkan Islam kepada rakyat Ternate.

Sepeninggal Sultan Marhum, ia diganti sultan Zainal Abidin, kemudian diganti putranya, sultan Khairun.

Sebelum Khairun jadi sultan, penjajah  Portugis yang punya semboyan  3 G (Gold, Glory and Gospel, alias : Emas, Kemasyhuran, dan Injil) sudah masuk ke Ternate Maluku. Mula-mula bertujuan dagang, namun ujung-ujungnya ternyata ingin menguasai kerajaan dan mengkristenkan rakyat. Untuk itu sultan Khairun berjuang memerangi Portugis dari Ternate, kemudian diteruskan putranya yang bernama sultan Babulloh (1570-1583), sampai Portugis hengkang dari Ternate.  

Kesultanan Ternate mulai pudar setelah Indonesia dalam penjajahan Belanda.   

 

===================