Kamis, 30 Juni 2016

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA



Bahan Ajar dan Latihan Soal PAI Kurikulum 13
Untuk Siswa Kelas IX Semester Ganjil
SMPN 1 Cerme Gresik – Jawa Timur
___________________________________________
Penulis :
Drs. A. SUCHAIMI, M.A.



A.  SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA

1. Masuknya Islam Pertama Kali
Para sejarawan berbeda pedapat tentang awal masuknya Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan abad ke-7 M, ada yang abad ke-13 M.
Berdasarkan bukti dan fakta sejarah yang terkuat, Islam pertama kali masuk ke Indonesaia adalah pada akhir abad ke-7 Masehi atau abad 1 Hijriyah, semasa dengan dinasti Bani Umaiyah di Damaskus. Menurut berita dari Cina, pada abad ke-7 (sekitar tahun 674-675) ada utusan dari raja Ta-Cheh (Arab) menemui Ratu Sima di kerajaan Kalingga - di Boyolali Jawa Tengah. Utusan itu meletakkan punti-pundi emas di tengah jalan, untuk menguji keadilan dan kejujuran Ratu Sima dan rakyatnya dalam menjalankan agama Budhanya.
Menurut Buya DR. Hamka, raja Ta-Cheh tersebut diduga bernama Mu'awiyah bin Abu Sufyan, kholifah pertama Bani Umaiyyah.
 Masuknya Islam melalui dua jalur :
1. Jalur utara (darat). Rutenya: Arab (Mekah dan Madinah) - Damaskus - Baghdad - Gujarat (pantai barat India) - Sri Langka - Indonesia.
2. Jalur selatan (laut). Rutenya : Arab (Mekah dan madinah) - Hadhro-maut (Yaman) - Gujarat - Sri Langka - Indonesia.
Islam adalah agama missi yang disebarkan pertama kali oleh Nabi e  pada awal abad 7 M. Bangsa Arab, tentu saja, adalah bangsa yang pertama kali memeluk dan menyebarkan Islam.
Nabi  saw  bersabda :
بَلِّـغُوْا عَنِّيْ    وَلَوْ آيَةً
"Sampaikan ajaran dari ku, sekalipun satu ayat" Al-Hadits.
Terdorong oleh panggilan agama tersebut, maka setiap muslim terpanggil hatinya untuk
 ikut menyebarkan Islam keseluruh penjuru dunia. Tidak luput para pedagangnya, yang pada  abad  ke-7 sudah terbiasa pulang pergi antara Arab - Persia - India - Cina, melalui selat Malaka. Sementara letak Indonesia dengan selat Malaka-nya saat itu berada di jalur perdagangan internasional. Mereka berdagang sambil berdakwah. Maka tidak heran, jika pada abad ke-7 Islam sudah masuk dan dikenal penduduk Indonesia, sekalipun terbatas pada penduduk sekitar kota pelabuhan dan pesisir Sumatera Utara.
Islam baru mulai  berkembang dengan pesat setelah berdirinya Kerajaan Islam Samudera Pasai di daerah Aceh Sumatera Utara pada abad ke-13 M .

2.  Kota Pelabuhan dan Pesisir : Daerah Pertama Kali Kedatangan Islam
Islam masuk ke Indonesia tidak dalam kurun yang bersamaan.  Daerah-daerah yang pertama kali menerima Islam antara abad  7 - 12 masehi adalah :
1). Kota-kota pelabuhan sekitar Selat Malaka. Diantaranya kota Pasai di pesisir Aceh, pada abad 7 M merupakan kota pelabuhan internasional. Di sini para pedagang biasa singgah dalam perjalanannya dari India ke Cina dan sebaliknya.
2).  Pantai barat Sumatera. Pada abad 7 M ditemukan bukti adanya perkampungan muslim asal Arab di pesisir barat Sumatera, yakni kota Barus . Di sana ditemukan makam seorang syeikh  bernama Mukaidin, di batu nisannya tertulis tahun wafat : 670 M.
3). Di desa Leran Manyar Gresik, ditemukan makam tua milik Fathimah binti Maimun binti Hibatullah, di lokasi Kubur Panjang. Di batu nisannya tertulis tahun wafatnya: bulan Rojab 495 H, alias = 1082 M. Leran Manyar saat itu merupakan pelabuhan tua di Gresik dan tempat LEREN, atau tempat singgah pada pedagang muslim yang bongkar muat di pelabuhan.


B.  JALUR-JALUR MASUKNYA ISLAM DI  NUSANTARA
 1. Proses  Islamisasi 
 Tidak dapat dipungkiri, Islam ke Nusantara dengan cara damai, bukandengan cara kekerasan. Dalam hal ini, peran dan jasa para  pedagang sangat besar dalam penyebaran Islam pertama kali sejak abad ke-7 M. Proses Islamisasi mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-13 M, melalui beberapa saluran atau jalur, yaitu jalur: 1) perdagangan, 2) perkawinan (soaial), 3) pendidikan pesantren, 4)  ajaran tasawwuf, 5) politik, dan 6) seni budaya.
1). Jalur Perdagangan
Para pedagang muslim mula-mula berdatangan ke kota-kota pelabuhan (daerah pesisir). Diantara mereka ada yang bertempat tinggal sementara dan ada yang menatap di perkampungan tersendiri. Mereka setiap hari bergaul dan berbaur.  Lambat laun, Pergaulan dan pembauran ini mempengaruhi kepercayaan dan agama penduduk. Mula-mula yang menerima Islam, tentu saja, adalah para pedagang pribumi, lalu diikuti para  pekerja,  pembantu, dan penduduk sekitar. Jika yang masuk Islam itu adipati, bangsawan dan tokoh masyarakat, maka proses islamisasi semakin cepat, karena hal itu akan diikuti rakyat secara luas.
2). Jalur Perkawinan  (sosial)
Para pedagang muslim biasanya tidak membawa serta isteri dan anak-anaknya. Hal ini mendorong mereka memperistri penduduk pribumi.
Calon isterinya tentu disyahadatkan atau diislamkan dulu. Jika tidak, perkawinannya tidak sah. Islamnya isteri, paling tidak, akan diikuti oleh anak keturunannya, yang lambat laun akan diikuti juga oleh keluarga dan kerabat dekat atau jauh.
 Cerita-cerita babad, hikayat, dan sejarah menceritakan adanya perkawinan semacam ini. Misalnya Sunan Ampel mengawini Nyi Ageng Manila,  putri Bupati Tuban. Syeh Maulana Ishak mengawini Dewi Sekardadu, puteri Raja Blambangan. Raden Patah bin Raja Brawijaya V, diambil menantu oleh Sunan Ampel. Melalui perkawinan ini, Islam berkembang pesat,  bahkan sampai menyusup masuk ke istana kerajaan.
3). Jalur Pendidikan Pesantren 
  Sistim pendikan pesantren sudah dikenal sejak jaman pra-Islam, yang disebut Mandhala, tempat untuk mendidik para calon pendeta Hindu, yang siswanya terbatas dari kaum Brahmana. Model Mandhala ini lalu dikembangkan para muballigh menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam "Pesantren", dimana siswanya terbuka untuk umum, tidak terbatas pada golongan tertentu.
Pesantren tidak sekedar sebagai tempat pendidikan, tetapi sekaligus sebagai tempat tinggal Guru beserta keluarga dan para santri. Komplek-komplek tempat tinggal mereka ini, lalu dikenal dengan Pondok Pesantren.
Dari kalangan Walisongo, Maulana Malik Ibrahim barangkali dapat dipandang sebagai perintis pertama pesantren di Jawa. Mula-mula ia dirikan Langgar atau Musholla sebagai tempat shalat sekaligus berfungsi sebagai tempat belajar agama, mengaji Al-Qur'an dan kitab-kitab kuning. Lama-kelamaan Langgar ini menjadi pesantren sederhana bagi warga sekitar.
 Tujuan Pendidikan pesantren adalah  mempersiapkan kader-kader ulama dan muballigh yang siap menyebarkan agama Islam kepada masyarakat luas, Di samping juga untuk meningkatkan kualitas pengetahuan agama para santrinya. Setelah pulang, mereka diharapkan menjadi penyebar Islam dan atau mendirikan Pesantren-pesantren di sekitar daerahnya.
4). Jalur Ajaran Tasawwuf
Melalui ajaran tasawwuf ini, agama Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Karena tasawwuf memiliki beberapa kesamaan unsur dengan kepercayaan lama (Hindu dan Budha) yang dianut mayoritas masyarakat saat itu, yakni  mementingkan aspek batiniah atau mistik.
5). Jalur Politik
Pengaruh politik raja sangat membantu proses Islamisasi. Di Maluku dan Sulawesi Selatan, rakyat berduyun-duyun masuk Islam setelah Rajanya masuk Islam. Di beberapa daerah di Indonesia, demi kepentingan politik, kerajaan Islam memerangi kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam, secara politis, menarik penduduk kerajaan non Islam untuk masuk Islam
6). Jalur Seni Budaya
 Berbagai cabang seni, tradisi dan aspek-aspek budaya lainnya, dilestarikan dan dibiarkan tumbuh subur, bahkan dikembangkan menjadi bentuk baru, sekaligus dijadikan sarana berdakwah, setelah para muballigh memasukkan nilai-nilai keislaman kedalamnya.
Misalnya Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, sangat berjasa dalam mengembangkan kesenian wayang. Setiap datang bulan Mulud, di alun-alun Kraton Demak selalu diadakan pertunjukan wayang dan alunan musik gamelan. Para pengunjung tidak ditarik biaya seperser pun, hanya disuruh membaca kalimat syahadat.

2. Peranan Ulama dan Muballigh Dalam Penyebaran Islam
Berawal dari pesisir Sumatera utara dan pesisir utara Jawa, Islam disebarkan ke pelosok pedalaman dan pulau-pulau di Indonesia oleh para muballigh dan ulama.
Untuk kasus di pulau Jawa, proses Islamisasi  berjalan sangat pesat pada abad ke-14 sampai abad ke-15, melalui keenam jalur/saluran di atas. Para Muballigh yang sangat berjasa dan berperan dalam hal ini ialah kelompok dakwah Walisongo.
Menurut Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, MA dalam bukunya, Kisah Walisongo, yang dinukil dari kitab Kanzul 'Ulum, karya Ibnu Bathutoh, bahwa  istilah Walisongo merupakan nama sebuah Lembaga Dewan Dakwah atau Dewan Muballigh di Jawa yang beranggotakan 9 orang pengurus.
Dewan ini mengadakan tiga kali sidang penggantian pengurus, yaitu pada tahun 1404 M, 1436 M dan 1463 M. Ditambahkan oleh KH Dahlan Abdul Qohhar, Dewan ini mengadakan sidang keempat pada tahun 1466 dan sidang kelima sehubungan dengan kasus Sekh Siti Jenar.
Walisongo Periode Pertama, mengadakan sidang pertama tahun 1404. Sembilan orang Pengurusnya : 1) Maulana Malik Ibrahim (w. 1419  di Gresik);   2) Maulana Ishaq;   3) Maulana Ahmad Jumadil Kubra (makamnya di Trowulan Mojokerto);  4) Maulana Muhammad al-Maghrabi (w. 1465  di Jatinom Klaten);  5) Maulana Malik Israil (w. 1435 di Gunung Santri Cilegon);  6) Maulana Muhammad Ali Akbar (w. 1435  di Gunung Santri Cilegon);  7) Maulana Hasanuddin (w. 1462  di samping masjid Banten lama);  8) Maulana Aliyuddin (w. 1462  di samping masjid Banten lama);  9) Syekh Subakir (w. 1462 di Persia).
Walisongo periode kedua, sidang kedua tahun 1436. Keputusannya: melengkapi komposisi kepengurusan yang lowong. Maka masuk: 1) Sunan Ampel, mengganti posisi Maulana Malik Ibrahim yang wafat;  2) Sunan Kudus (Ja'far Shadiq) menggantikan Maulana Malik Israil yang wafat;  3) Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), mengganti posisi  Ali Akbar yang wafat.
Walisongo periode ketiga, sidang ketiga tahun 1463. Hasilnya:  melengkapi kepengurusan dengan memasukkan: 1) Sunan Giri, menggantikan Maulana Ishaq yang pindah ke Pasai;  2) Sunan Bonang, mengganti Maulana Hasanuddin yang wafat;  3) Sunan Kalijaga, mengganti posisi Syekh Subakir yang kembali ke Persia;  dan 4) Sunan Drajat, mengganti posisi Maulana Aliyuddin yang wafat. 
Walisongo perode keempat sidang  keempat tahun 1466,  memasukkan : 1) Raden Patah, mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra yang wafat; dan 2) Fathullah Khan, mengganti Maulana Muhammad al-Maghrabi yang wafat. 

Walisongo periode kelima, masuk nama Sunan Muria. Besar kemungkinan ia mengganti posisi Raden Patah yang naik tahta menjadi Sultan Demak. Pada sidang kelima ini mereka menentukan sikap terhadap kasus Sekh Siti Jenar.
Lepas dari benar-tidaknya pendapat di atas, Walisongo yang disepakati para ahli sejarah, dan nama mereka sudah terkenal luas di masyarakat berjumlah sembilan orang  : 1) Maulana Malik Ibrahim;  2) Sunan Ampel;  3) Sunan Giri;  4) Sunan Bonang;  5) Sunan Drajat;  6) Sunan Kalijaga;  7) Sunan Muria;  8) Sunan Kudus; dan 9) Sunan Gunungjati.


C.  KERAJAAN ISLAM  DI SUMATRA   

1. Kesultanan Samudera Pasai
 Kesultanan Samudera Pasai yang terletak di Lhokseumawe Aceh ini didirikan oleh Merah Silu tahun 1285, dengan gelar Al-Malikus Shaleh.
Ia wafat tahun 1297, diganti putranya dengan gelar Al-Malikul Zhahir. Di masanya, Samudera Pasai mengalami masa kejayaan. Rakyat hidup makmur dan agama Islam berkembang subur, dan menjadi pusat penyebaran Islam. Pada masa ini, seorang pengembara Muslim yang bernama Ibnu Bathutoh pernah singgah di Samudera Pasai.
Kerajaan Samudera Pasai ditakluk-kan Portugis tahun 1521. Pada tahun 1524, di masa sultan terakhir Zainal Abidin, kerajaan ini dianeksasi di bawah kerajaan Aceh Darussalam di masa sultan Mughayyat Syah.

2. Kesultanan Aceh Darussalam
Kerajaan ini terletak di daerah Aceh Besar, didirikan Muzhaffar Syah (1465 - 1497). Sejak Malaka diduduki Portugis tahun 1511, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan yang ramai. Kerajaan Pidie yang bekerjasama dengan Portugis dan Samudera Pasai ditaklukkan tahun 1524.

Kerajaan mengalami masa kejayaan sewaktu diperintah sultan Iskandar Muda (1608 - 1637). Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan dan daerah Minangkabau berhasil diislamkan. Sepeninggalnya, Aceh diperintah Sultan Iskandar Tsani. Penyebaran dan pengkajian Islam maju dengan pesat. Setelah itu, Aceh diperintah Sultanah (Ratu, wanita) sehingga kerajaan ini menjadi lemah dan kacau. Sekalipun demikian, Aceh tetap berdiri sampai awal abad 20.
Pada jaman Aceh Darussalam ini, sejak sultan Iskandar Muda, telah muncul para ulama yang besar pengaruhnya dalam mewarnai corak pemikiran keislaman di Nusantara pada masa-masa selanjutnya. Bahkan mereka diangkat sebagai Mufti kerajaan (Qoodhi Malikul ‘Adil). Diantaranya: Hamzah Fansuri (dari Barus), Syamsuddin as-Sumatrani (jaman Sultan Iskandar Muda), Sekh Nuruddin ar-Raniri (jaman Iskandar Tsani), dan Abdurrauf Singkel, pengembang Tarikat Syattariyah (jaman Sultanah Safiatuddin Syah),


D.  KERAJAAN ISLAM  DI  JAWA   

1. Kesultanan Demak
Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya V, dari ibu muslimah keturunan Campa. R. Patah nyantri berguru kepada Sunan Ampel, lalu dinikahkan dengan putrinya, Dewi Murtasimah. Dia diberi ayahnya tanah perdikan di desa Glagah Wangi Bintoro (Demak). Di sanalah dia diangkat menjadi Adipati oleh ayahnya dan mendirikan pesantren sebagai pusat penyebaran agama Islam kepada masyarakat sekitar.
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan lemahnya posisi Majapahit. Brawijaya V (1468-1478) lengser akibat serangan Prabu Girindrawardhana dari kerajaan Kediri tahun 1478 M (ditandai candrasengkala: Sirna Hilang Kertaning Bumi = tahun Syaka 1400 = 1478 M). Ia mengangkat dirinya sebagai Brawijaya VI. Hal ini mendorong Sunan Ampel dan  para Walisongo sepakat mengangkat Raden Patah sebagai Raja pertama Kesultanan Demak pada tahun 1479 (candra sengkala: Geni Mati Siniram Jalmi, artinya: kezhaliman lenyap dikalahkan kebenaran = thn syaka 1401 = 1479 M), sebagai pengganti ayahnya,  dengan gelar  Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panotogomo. 
Tahun 1512 M Girindrawardana (Brawijaya VI) dilengserkan Prabu Udara dan mengangkat dirinya sebagai Brawijaya VII. Pada tahun 1516 M, R. Patah menyerang Majapahit di bawah panglima Sunan Kudus, dan berhasil melengserkan Prabu Udara (Brawijaya VII), karena ia dipandang bekerjasama dengan Portugis, dan ini sangat merugikan  Dakwah  Islamiyah  Demak. Sejak saat itu, Kerajaan Majapahit runtuh untuk selamanya, panji-npanji kebesaran (Pusaka kerajaan)  Majapahit diusung ke Demak, dan Demak menjadi kerajaan yang berdaulat penuh pada tahun 1517 M..
Raden Patah wafat tahun 1518, digantikan putranya, Adipati Yunus, yang bergelar Pangeran Sabrang Lor. Pangeran ini wafat tahun 1521 M, lalu diganti adiknya, Raden Trenggono.
Di bawah Sultan Trenggono (1521 - 1546 M), Demak mengalami masa kejayaan. Di bawah panglima Syarif Hidayatulloh, Banten dilepaskan dari Pajajaran (1526 M), Portugis berhasil diusir dari pelabuhan Sunda Kelapa (1527 M) dan pelabuhan Cirebon direbut dari Pajajaran (1528). Alasan perebutan dari Pajajaran ialah karena Pajajaran menandatangani perjanjian persekutuan secara rahasia dengan Portugis di istana Pakuan Bogor tahun 1522 M) yang dinilai sangat membahayakan Demak. Untuk memelihara kelestarian kekuasaan Demak di Jawa Barat, Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) diangkat sebagai penguasa daerah tersebut, setelah sebelumnya ia dinikahkan dengan adiknya, Ratu Pembayun binti Raden Patah.
Sepeninggal Sultan Trenggono, terjadi perebuatan tahta di Demak. Sunan Prawoto sebagai penggantinya. Setahun kemudian ia dibunuh Arya Penangsang. Arya pun lalu dikalahkan  Mas Karebet alias Jaka Tingkir. Akhirnya, Jaka Tingkir lah yang menjadi Sultan Demak, dengan gelar Sultan Hadiwijaya.
Selama periode Demak, Dakwah Islamiyah berkembang pesat. Tahun 1477 M Masjid Agung Demak didirikan Walisongo. Penasehat Sultan (Wali-songo) menyodorkan strategi dakwah yang jitu melalui pendekatan budaya seperti kesenian wayang, tradisi grebeg sekaten, grebeg mulud, cerita-dongeng, sya'ir dan tembang mocopat, dll.

2. Kesultanan Pajang
 Sultan Hadiwijaya mengusung pusat pemerintahan dari Demak ke wilayah pedalaman, Pajang. Dakwah Islamiyah tetap berjalan dengan pendekatan budaya. Islam dikembangkan lebih bercorak mistik, feodalistik dan sinkretistik (campur-aduk)  antara nilai-nilai hindu-budha, kejawen, dan Islam.
Tahun 1587 Sultan Hadiwijaya wafat. Pembesar Demak mengangkat Arya Pangiri bin Sunan Prawoto (menantu Sultan Hadiwijaya) sebagai  penggantinya, sementara Pangeran Benowo (putra Sultan) diangkat jadi Adipati di Jipang.
Pangeran Benowo yang merasa berhak jadi Sultan merasa tak puas, lalu minta bantuan  Sutawijaya yang menjadi Senopati dan Adipati Mataram, agar mengusir Arya Pangiri dari Pajang. Arya Pangiri akhirnya ditawan, tapi ia diangkat lagi jadi Adipati Demak.
Dengan begitu, Pangeran Benowo menjadi Sultan. Namun, setelah melihat kekuatan dan kecakapan Sutawijaya dalam pemerintahan, Pangeran Benowo akhirnya menyerahkan tahta warisan ayahnya kepada Sutawijaya tahun 1588, sementara ia menjauhi politik,  lalu memusatkan diri pada dakwah Islamiyah dengan mendirikan pesantren di daerah pedesaan.


3. Kesultanan Mataram Islam
Mataram adalah wilayah hadiah dari Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pemanahan tahun 1577, atas jasanya  membantu SultanH mengalahkan Aria Penangsang dalam perebutan kekuasaan di Demak.
Tahun 1584 Sutawijaya menggan-tikan ayahnya jadi Adipati Mataram. Tahun 1588 menjadi Sultan pertama Mataram dengan gelar Senopati ing Ngalogo Sayidin Panotogomo,  setelah menerima limpahan kekuasaan dari Pangeran Benowo.
Sutawijaya wafat tahun 1601. Ia digantikan oleh Mas Jolang, alias Pangeran Seda Krapyak, sampai wafatnya tahun 1413. Ia diganti putranya, Mas Rangsang. Namanya diganti  Sultan Agung, dengan gelar Senopati ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Khalifatullah ing Tanah Jawa, dan wafat tahun 1546.
Di masa Sultan Agung, Mataram mengalami masa kejayaan. Hampir seluruh pulau Jawa dipersatukan di bawah kekuasaannya. Ia adalah Sultan yang berjiwa besar, sangat cinta bangsa dan tanah air, serta cukup baik pendalaman-nya terhadap ajaran Islam.
Sewaktu penjajah Belanda (VOC) menguasai Jayakarta (Batavia), Sultan Agung dua kali (tahun 1528 dan 1529) mengirim pasukan besar menyerang Belanda di Batavia, sekalipun mengalami kegagalan. 
Di Bidang Dakwah dan Budaya, ia berhasil melakukan Akulturasi budaya, antara budaya Islam dan Jawa. Diantaranya ia menciptakan "Serat Sastra Gendhing", yang memadukan karya sastra jawa dan Islam. Ia juga menciptakan almanak/kalender yang disebut Kalender Jawa, sebagai hasil gabungan sistem kalender Syaka dan Hijriyah. Angka tahunnya melanjutkan tahun syaka (1555), tetapi sistim hisab-nya memakai perhitungan hijriyah (Qomariyah). Nama bulannya disesuaikan dengan peristiwa didalam-nya,yaitu syuro, sapar, mulud, ba'da mulud, jumadil awal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, syawal, dzulkaidah, besar. Tahun pertama dan tahun barunya dimulai tanggal 1 syuro tahun jawa 1555, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1633 atau 1 Muharram 1043 Hijriyah.

4.   Kesultanan Banten dan Cirebon
 Dalam salah satu versi, Syarif Hidayatullah adalah berasal dari Pasai yang lama belajar agama di Mekah. Saat Pasai dan Malaka dikuasai penjajah kafir Portugis, ia pulang dari Mekah dan langsung ke Demak untuk berjuang melawan Portugis dan mengembangkan ilmunya di Demak. Sultan Trenggono mengangkatnya jadi panglima memim-pin tentara Demak mengusir Portugis dari Sunda Kelapa tahun 1527, setelah sebelumnya ia menguasai Banten (1526) dan akhirnya Cirebon (1528), dari tangan Pajajaran yang terbukti bekerjasama dengan Portugis.
Setelah berhasil menguasai Sunda Kelapa dan mengusir Portugis, ia digelari Fatahillah (kemenangan dari Allah). Sunda Kelapa diganti Jayakarta, artinya kota kemenangan.
Dia dinikahkan dengan adik Sultan, yakni ratu Pembayun binti R. Patah, dan diberi hak untuk memerintah dan menyebarkan agama Islam di tiga daerah pesisir utara Jawa Barat tersebut.
Pada saat terjadi perebutan tahta di Demak (1546), maka Banten dan Cirebon melepaskan diri dari kekuasaan Demak dan Pajang,  untuk menjadi kerajaan merdeka.
Setelah masa tua, Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan julukan Sunan Gunung Jati ini memusatkan diri dalam dakwah Islamiyah di Jawa Barat,  berkedu-dukan di Cirebon sampai wafatnya tahun 1570. Sementara urusan Banten, ia serahkan kepada Hasanuddin (putranya) pada tahun 1552.
Selama Hasanuddin memerintah, Banten menjadi kerajaan besar. Dakwah Islamiyah berkembang pesat.  Pelabuhan Banten menjadi pusat perdagangan ramai. Lampung dan Bengkulu masuk menjadi wilayahnya.
Hasanuddin wafat tahun 1570, sebulan setelah ayahnya wafat. Lalu ia diganti putranya, Maulana Yusuf (1570 - 1580). Di masanya, kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan Bogor diserang tahun 1579, dan Prabu Sedah, raja terakhir Pajajaran tewas. Sejak saat itu, kerajaan Hindu Pajajaran Gulung Tikar, hilang dari peredaran sejarah.
Sementara wilayah Cirebon, sepeninggal Sunan Gunungjati (1570), diperintah cicitnya, yakni Pangeran Ratu sampai wafat tahun 1650. Lalu diganti Pangeran Girilaya. Cirebon kemudian berkembang menjadi pusat penyebaran Islam sampai abad-abad selanjutnya.
  

E.  KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI  DAN MALUKU 

1. Kesultanan Goa-Makassar.
Islam masuk ke Goa Makassar berkat jasa para pedagang dan ulama asal Minangkabau, Datu' ri Bandang. Sejak akhir abad ke-16, sudah banyak masyarakat yang masuk Islam, namun kerajaan Islam ini resmi berdiri tanggal 22 September 1605 M dengan Sultan Alaudin sebagai raja pertama yang  memerintah selama 33 tahun (1605-1639). Di masanya Islam mengalami perkembangan pesat. Kerajaan Wajo dan Bone ditundukkan, sehingga wilayah kerajaan Goa hampir mencakup wilayah  Sulawesi,.
Raja kedua: Muhammad Sa'id, memerintah selama 14 tahun (1639-1653). Lalu digantikan putranya, Sultan Hasanuddin, memerintah selama 16 tahun (1653 - 1669). Di masa Hasanuddin, Kesultanan Goa - Makassar mengalami puncak kejayaan, menjadi kerajaan yang tangguh dan kuat. Penjajah Belanda (VOC) menjuluki Hasanuddin "Ayam Jantan dari Makassar", karena beberapa kali menyerang benteng VOC, hingga armada Belanda kewalahan dan kocar-kacir.
Hasanuddin baru tunduk pada Belanda setelah raja Bone, Aru Palaka, terbujuk Belanda untuk bersama-sama menyerang Goa makassar.

2. Kesultanan Ternate  
Raja Ternate yang pertama kali masuk Islam adalah raja ke-19, bernama Sultan Marhum. Ia mengirim putranya yang bernama Zainal Abidin ke Jawa untuk mempelajari Islam, langsung di bawah bimbingan Sunan Giri. Sekembali-nya dari Giri, ia sebarkan Islam kepada rakyat Ternate.
Sepeninggal Sultan Marhum, ia diganti sultan Zainal Abidin, kemudian diganti putranya, sultan Khirun.Sebelum Khairun jadi sultan, penjajah  Portugis yang punya semboyan  3 G (Gold, Glory and Gospel, alias : Emas, Kemasyhuran, dan Injil) sudah masuk ke Ternate Maluku. Mula-mula bertujuan dagang, namun ujung-ujungnya ternyata ingin menguasai kerajaan dan mengkristenkan rakyat. Untuk itu sultan Khairun berjuang memerangi dPortugis dari Ternate, kemudian diteruskan putranya yang bernama sultan Babulloh (1570-1583), sampai Portugis hengkang dari Ternate. 
Kesultanan Ternate mulai pudar setelah Indonesia dalam penjajahan Belanda.  

  
UJI  KOMPETENSI

1. Sejak kapan Islam mulai masuk ke Indonesia ! Jelaskan alasan / buktinya!
2. Sejak kapan Islam mulai berkembang  di Indonesia dan jelaskan alasannya!
3. Sebutkan dua jalur masuknya Islam ke Indonesia!
4. Apa yang mendorong setiap kaum muslimin untuk menyebarkan Islam !
5. Sebutkan, daerah mana yang pertama kali kedatangan Islam antara abad 7-12!
6. Sebutkan 6 saluran atau jalur proses Islamisasi di Indonesia
7. Siapa yang dipandang sebagai pendiri pertama pesantren di pulau Jawa?
8. Kenapa masyarakat lebih mudah menerima Islam lewat ajaran tasawuf!
9. Tersebarnya Islam di Jawa adalah atas jasa Walisongo. Apa-siapa Walisongo tersebut! Dan sebutkan nama 9 nama yang terkenal!
10.Tahun berapa kesultanan Demak berdiri! Ditandai candrasengkala apa?
11.Siapa yang mengangkat R. Patah sebagai sultan pertama Demak? Dan jelaskan latar belakang pengangkatan!
12. Apa alasan R. Patah menyerang dan meruntuhkan Majapahit tahun 1517?
13. Pada masa siapa Demak mengalami kejayaan? Sebutkan jasa-jasanya !
14. Sebutkan jasa-jasa Demak dalam mengembangkan dakwah Islamiyah!
15. Siapa pendiri kesultanan Pajang? tahun berapa? Diperoleh dengan cara apa?
16. Jelaskan corak keislaman yang dikembangkan kesultanan Pajang?
17. Apa yang dilakukan P.Benowo me-nyangkut nasib Pajang tahun 1588?
18. Kapan kesultanan Mataram berdiri? Siapa pendirinya? Diperoleh dengan cara apa? Pada masa siapa Mataram mengalami masa kejayaan?
19. Sultan Agung memerintah Mataram dalam rentang tahun berapa? Apa gelarnya?
20. Sebutkan jasa-jasa Sultan Agung dalam pengembangan dakwah dan budaya!
21. Apa yang Anda ketahui tentang Kalender  Jawa?
22. Siapa pendiri kesultanan Banten dan Cirebon? Jelaskan, apa penyebab  berdirinya?
23. Sebutkan jasa sultan Hasanuddin selama memerintah Banten?
24. Siapa pendiri kesultanan Samudera Pasai? Tahun berapa berdiri?
25. Di masa siapa Samudera Pasai mengalami kejayaan? Siapa pengem-bara Muslim yang pernah singgah!
26. Kapan Samudera  Pasai ditaklukkan Portugis, dan kapan dilebur kedalam kesultanan Aceh Darussalam!
27. Siapa pendiri kesultanan Aceh Darus-salam? tahun berapa?
28. Pada masa sultan siapa Aceh Darussa-lam mengalami kejayaan? Dan apa jasanya dalam dakwah Islamiyah!
29. Sejak kapan Aceh Darussalam menjadi lemah, mundur dan  kacau?
30. Sebutkan 4 ulama besar di masa kejayaan Aceh Darussalam?
31. Siapa yang berjasa dalam penyebaran Islam di  Sulawesi?
32. Kapan kesultanan Goa-Makassar berdiri? Siapa pendirinya dan apa jasanya?
33. Siapa yang dijuluki “Si Ayam Jantan dari Makassar”? Jelaskan alasannya!
34. Siapa sultan Ternate yang pernah dikirim belajar agama ke Giri?
35. Siapa yang berjasa mengobrak-abrik dan mengusir Portugis dari Ternate Maluku?
36. Apa semboyan Portugis dalam menjajah daerah -daerah di Nusantara! Jelaskan !